Bergegas saya pulang, jam sudah menunjukan pukul 6:30. Saya mesti bantuin istri masak dan mandiin anak - anak. Terus 9:30 janjian dengan salah satu Caleg dari Partai Golkar didaerah Taman - Sanur. Wuih....padat merayap jadwal saya hari ini. Sesampai dirumah, Edar kawan saya sudah duduk menunggu dengan manis. Wara-wiri, hilir mudik kayak setrikaan kelar dah ceritanya tugas rumah dan selanjutnya mandi tidak lupa gosok gigi terus cabut ke kediaman Calon yang terhormat Legislatif kita. Agendanya? Gak muluk-muluk, jualan web itu aja.
Caleg bikin web? Gimana ceritanya dit? Gini, berawal dari mata...eh...bukan, berawal dari begitu maraknya Denpasar dengan baliho, poster, selebaran, pamflet dan sticker para caleg kita ini. Saya lihat mulai tidak ada estetikanya. Dan dari semua media itu pesannya cuma satu, "Mohon Doa Restu dan Dukungannya" Gimana mau dukung kenal aja enggak? Gimana mau kasih restu, lha wong visi misi aja gak pernah dipaparkan? Dan gimana mau percaya, tulisan mereka tentang apa saja baik di koran, buku dsb nyaris tidak pernah saya lihat? Serius, dari kemarin pagi saya sibuk searching di Google cari tulisan - tulisan para caleg kita ini. Ada sih beberapa. Tapi hampir semua tidak memberikan edukasi politik yang cukup untuk masyarakat. Lalu, bagaimana kompetensinya? Bukankah idealisme, visi dan misi seseorang bisa dilihat dari tulisan-tulisannya? Saya pikir sudah selayaknya para calon pemimpin negeri ini untuk biasa menulis. Karena menulis didasari dari memaknai, memaknai didapat dari membaca atau bahkan mempraktekkannya secara langsung. Jadi, kalo nggak bisa nulis? Hayo gimana coba?
Singkat kata, silat lidah dengan sang Caleg pun dimulai. Goooong! Ronde pertama masih saling berkelit dengan kembangan - kembangan silat masing - masing. Ciaaattt! Ronde dua untuk sementara saya harus "rela" membaca kekuatan lawan dengan memasrahkan diri akan pukulan dan tendangan lawan yang bertubi - tubi. Buuuukkk! Ronde ketiga sang lawan pun KO. Harga disepakati dan kitapun saling tukar-tukaran nomer HP serta menjadwalkan pertemuan berikutnya untuk presentasi web.
Haik! Mulailah berubah, berubahlah sekarang. Blog bukan lagi barang langka apalagi haram. Dia adalah salah satu manifestasi dari Demokrasi, jadi jangan pungkiri. Sayapun menyarankan kepada beliau (Caleg tadi) untuk menulis infrastruktur seperti pasar tradisional sebagai tulisan awal. Pasar tradisional jangan takut berubah. Juga jangan demo sama hypermarket, supermarket dll. Dari pada sibuk mikirin tentang boikot Hyper, supermarket dll mending sibuk mikirin perubahan untuk pasar tradisional. Tengoklah Pasar Tradisional Induk Tangerang, ditangan pemimpin perubahan sudah ditata sedemikian rupa sehingga sudah seperti Hypermarket tanpa menghilangkan sentuhan personalitas khas pasar tradisional. Kedepan kita tidak akan lihat pasar tradisional yang becek dan kumuh. Apa yang bisa mengawali perubahan itu? Dengan tulisan! Memberikan paradigma berpikir yang baru kepada masyarakat. Berani tidak populer sama sekali!
Yah, begitulah hari ini. Seperti juga hari - hari sebelumnya. Tetap memberi makna buat kita.
wadoch..
BalasHapuswadochh..
disini saia ikut berperan serta..
dapet ilmu baru ni..
buat Om adhitya, trimakasi byk..
gmn cara saia balesnya..
numpang promosi om..
http://edharu.deviantart.com/
cara balesnya? jadilah yang terbaik dan tularkan ke yang lain! itu saja. Silakan berpromosi edhar.
BalasHapus